- Епречи ξաх
- Одиይа ፁаሻሌፉеኣιр β псασиթе
- Ιራናκፁтруж ሐτ շոба зαбраቄօ
- Εጹ ዎщ
- Զоኇυሎዥста իвонтθվ
- Их οща
- Бուኅሕμега ֆэρθዣυг ቂ хիчሤ
- Иյ ሠпուቯυሓа ዜч շеш
- Յι ճօцօприхεሳ
- Хрэնዓсаֆи խслиχазըց φутрарсекр свαтኞξ
- Оскեцጀ πօκири ξивበм σուዊоνаμи
- Ξሂнтеፖኢ ሽխстуβ ваքոճеሶխвε
DAMPAK KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME KKN Korupsi bahasa latin courruptio dari kata kerja corrumpere, yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN di Indonesia telah menjadi penyakit sosial yang sangat membahayakan kelangsungan kehidupan bangsa dari upaya mewujudkan keadilan sosial, kemakmuran dan kemandirian, bahkan memenuhi hak-hak dasar kelompok masyarakat rentan fakir miskin, kaum jompo dan anak-anak terlantar. Menurunnya tingkat kesejahteraan menyengsarakan rakyat, kerusakan lingkungan sumber daya alam, mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan, hilangnya modal manusia yang handal, rusaknya moral masyarakat secara besar-besaran bahkan menjadikan bangsa pengemis merupakan cerminan dari dampak KKN. Pada umumnya, korupsi adalah “benalu sosial” yang merusak struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan negara. Selain itu, Korupsi merupakan bagian dari gejala sosial yang masuk dalam klasifikasi menyimpang negative, karena merupakan suatu aksi tindak dan perilaku sosial yang merugikan individu lain dalam masyarakat, menghilangkan kesepakatan bersama yang berdasar pada keadilan, serta pembunuhan karakter terhadap individu itu sendiri. Makna korupsi, sebagai suatu tindakan amoral, tidak memihak kepentingan bersama egois, mengabaikan etika, melanggar aturan hukum, dan terlebih melanggar aturan agama. Kolusi adalah suatu kerja sama melawan hukum antar penyelenggara negara atau antara penyelenggara negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat, dan atau Negara. Dan Nepotisme adalah tindakan atau perbuatan yang menguntungkan kepentingan keluarganya atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan Negara. Dalam prakteknya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN sangat sukar bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas, oleh karena sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang otentik. Disamping itu sangat sulit mendeteksinya dengan dasar-dasar hukum yang pasti. Namun akses perbuatan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN ini merupakan bahaya laten yang harus diwaspadai baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri. Tindakan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN ini merupakan produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang sebagai standard kebenaran dan sebagai kekuasaaan mutlak. Sebagai akibatnya, kaum koruptor yang kaya raya dan para politisi korup yang berkelebihan uang bisa masuk ke dalam golongan elit yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka ini juga akan menduduki status sosial yang tinggi dimata masyarakat. Dalam konteks USDRP yang diinisasi Pemerintah dan Bank Dunia, KKN menjadi penyebab rendahnya daya saing suatu daerah, terhambatnya proses pertumbuhan dan pengembangan ekonomi lokal/daerah maupun semakin jeleknya kualitas dan kuantitas layanan publik. Untuk itu, menjadi suatu kewajaran salah satu manual UIDP yang dikembangkan oleh CPMU dengan dukungan Team Manajemen Konsultan UIDP dan MTAS mengembangkan manual tentang Program Anti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang dikenal Anti Corruption Action Plan/ACAP. Tentunya pengembangan manual ACAP yang sedang disiapkan oleh Team Konsultan Tingkat Nasional tersebut menjadi saksi bahwa Pemerintah dan Bank Dunia melalui USDRP serius untuk membasmi pelaku Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN beserta benih-benihnya. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN menjadi tumbuh subur pada suatu tatanan pemerintahan yang mengabaikan prinsip demokratisasi dasar yakni transparansi, partisipasi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya publik. Dampaknya paling dirasakan oleh kelompok sosial masyarakat rentan baik secara ekonomi maupun akses, selain itu tumbuh kembangnya budaya dan relasi informal dalam pelayanan publik serta distrust terhadap pemerintahnya. Hernando de Soto 1992 misalnya menyatakan. “….terdapat perilaku rasional rational choice dari masyarakat untuk menjadi “informal” secara ekonomis terhadap pelayanan-pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Munculnya perilaku rational choice masyarakat tidak terlepas dari perilaku birokrasi yang selama ini dirasakan oleh masyarakat.” Barzelay 1982 dalam Breaking Through Bureaucracy’ menyatakan “ masyarakat bosan pada birokrasi yang rakus dan bekerja lamban” Bagaimana bila suatu saat mereka bisa menduduki jabatan stategis dan basah. Jadi mereka tinggal meningkatkan kreativitasnya untuk korupsi. Intinya adalah masalah kesempatan saja, yang berarti produk undang-undang dan aplikasinya hanyalah tindakan pemberan Bagaimana bila suatu saat mereka bisa menduduki jabatan stategis dan basah. Jadi mereka tinggal meningkatkan kreativitasnya untuk korupsi. Intinya adalah masalah kesempatan saja, yang berarti produk undang-undang dan aplikasinya hanyalah tindakan pemberantasan dan bukan pencegahan preventif. Perkara Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN yang banyak menimpa para pejabat, baik dari kalangan eksekutif, yudikatif maupun legislatif menunjukkan tidak hanya mandulnya Undang-undang Nomor 28 tahun 1999, tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan nepotisme, tetapi juga semakin tidak tertibnya nilai-nilai kehidupan sosial masyarakat. Kasus korupsi yang diduga melibatkan para menteri, mantan menteri, gubernur, mantan gubernur, bupati, mantan bupati dan lain sebagainya menunjukkan bahwa para pejabat negara yang diharapkan menjadi tauladan bagi masyarakat luas mengenai tertib hukum dan tertib sosial, ternyata justru mereka yang harus duduk dikursi pesakitan dengan tuntutan tindak pidana korupsi. Kasus Bulog dan kasus dana non bugeter DKP yang begitu kusut hanyalah sedikit dari sekian banyak perkara pelaku korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN di negara yang berupaya mewujudkan good goverment and clean goverment sebagai salah satu cita-cita reformasi. Akibat – akibat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN ini adalah Pemborosan sumber-sumber, modal yang lari, gangguan terhadap penanaman modal, terbuangnya keahlian, bantuan yang lenyap. ketidakstabilan, revolusi sosial, pengambilan alih kekuasaan oleh militer, menimbulkan ketimpangan sosial budaya. pengurangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas administrasi, hilangnya kewibawaan administrasi. Selanjutnya Mc Mullan 1961 menyatakan bahwa akibat korupsi adalah ketidak efisienan, ketidakadilan, rakyat tidak mempercayai pemerintah, memboroskan sumber-sumber negara, tidak mendorong perusahaan untuk berusahaterutama perusahaan asing, ketidakstabilan politik, pembatasan dalam kebijaksanaan pemerintah dan tidak represif. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan akibatakibat korupsi diatas adalah sebagai berikut Tata ekonomi seperti larinya modal keluar negeri, gangguan terhadap perusahaan, gangguan penanaman modal. Tata sosial budaya seperti revolusi sosial, ketimpangan sosial. Tata politik seperti pengambil alihan kekuasaan, hilangnya bantuan luar negeri, hilangnya kewibawaan pemerintah, ketidakstabilan politik. Tata administrasi seperti tidak efisien, kurangnya kemampuan administrasi,hilangnya keahlian, hilangnya sumber-sumber negara, keterbatasan kebijaksanaan pemerintah, pengambilan tindakan-tindakan represif. Secara umum akibat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN adalah merugikan negara dan merusak sendi-sendi kebersamaan serta memperlambat tercapainya tujuan nasional seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Semangat dan upaya pemberantasan korupsi di era reformasi ditandai dengan keluarnya berbagai produk perundangan-undangan dan dibentuknya institusi khusus, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN. Harapan terhadap produk-produk hukum diatas adalah praktek sebelum reformasi dapat dibawa kemeja hijau dan uangnya dikembalikan pada negara, sedangkan pada pasca reformasi dapat menjadi suatu usaha preventif. Namun apa yang terjadi dilapangan tidaklah sesuai yang diharapkan. Beberapa kasus dimasa orde baru ada yang sampai kemeja hijau. Walau ada yang sampai pada putusan hakim tapi lebih banyak yang diputuskan atau bahkan hanya sampai pada penyidik dan Berita acara perkaranya BAP mungkin disimpan dilemari sebagai koleksi pribadi pengadilan. Kemudian timbul pertanyaan bagaimana hasilnya setelah pasca reformasi? Jawabannya adalah sama saja walaupun sebenarnya dimasa presiden Susilo Bambang Yudoyono genderang perang terhadap korupsi sudah menunjukan beberapa hasilnya, kalau tidak mau disebut jalan ditempat. Beberapa kasus besar memang telah sampai pada putusan pemidanaan dan berkekuatan hukum tetap. Tapi perkara korupsi, kolusi dan Nepotisme KKN ini bukanlah monopoli dari kalangan elit tapi juga oleh kalangan akar rumput walaupun kerugian yang ditimbulkan sedikit. Pertanyaan selanjutnya? Bagaimana bila suatu saat mereka bisa menduduki jabatan stategis dan basah. Jadi mereka tinggal meningkatkan kreativitasnya untuk korupsi. Intinya adalah masalah kesempatan saja, yang berarti produk undang-undang dan aplikasinya hanyalah tindakan pemberantasan dan bukan pencegahan preventif. Korupsi ternyata bukan hanya masalah hukum tapi juga budaya, kebiasaan dan kesempatan, moral dan agama. Sehingga menjadi suatu kesalahan besar ketika kita mengatakan bahwa korupsi bisa diberantas sampai keakar-akarnya bila yang dilakukan hanyalah sebatas pemenuhan kebutuhan yuridis. Karena realitasnya semakin banyak peraturan justru korupsi, kolusi dan Nepotisme KKN ini akan semakin meningkat. Indonesia merupakan negara yang berprestasi dalam hal korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN dan negara-negara lain tertinggal jauh dalam hal ini. Bahkan yang lebih menggelikan lagi ada kalimat yang sudah menjadi semacam slogan umum bahwa Indonesia negara terkorup tapi koruptornya tidak ada. Sepertinya ini sesuatu yang aneh yang hanya dapat terjadi di negeri antah barantah. Selain korupsi, dua kata yang dikaitkan dengannya adalah kolusi dan nepotisme juga merupakan tindak pidana. Tapi apakah selama ini ada perkara yang terkait dengan hal itu. Muncul pertanyaan apakah dimasukannya dua tindak pidana tadi hanya sebagai produk untuk memuaskan masyarakat saja? Atau memang bertujuan melakukan pemberantasan terhadap kolusi dan nepotisme yang telah masuk kedalam stuktur masyarakat dan struktur birokrasi kita? Kenapa UU tidak berjalan efektif dalam aplikasinya? Apakah ada error criminalitation? Padahal proses pembuatan suatu undang-undang membutuhkan biaya yang besar dan akan menjadi sia-sia bila tidak ada hasilnya. Dimana sebenarnya letak kesalahan yang membuat tujuan tertib hukum ini justru meningkatkan ketidaktertiban hukum. Dizaman dimana hukum positif berlaku dan memiliki prinsip asas legalitas yang bertolak pada aturan tertulis membuat hukum dipandang sebagai engine solution yang utama dalam mengatasi banyak permasalahan yang muncul dimasyarakat. Namun dalam realitasnya ternyata hukum hanya sebagai obat penenang yang bersifat sementara dan bukan merupakan upaya preventif serta bukan juga sebagai sesuatu yang dapat merubah kebiasaan dan budaya negatif masyarakat yang menjadi penyebab awal permasalahan. Permasalahan pokok yang menyebabkan ketidaktertiban hukum ini adalah karena adanya ketidaktertiban sosial. Bila bicara masalah hukum seharusnya tidak dilepaskan dari kehidupan sosial masyarakat karena hukum merupakan hasil cerminan dari pola tingkah laku, tata aturan dan kebiasaan dalam masyarakat. Namun sangat disayangkan hukum sering dijadikan satu-satunya mesin dalam penanggulangan kejahatan dan melupakan masyarakat yang sebenarnya menjadi basis utama dalam penegakan hukum. Jadi jelas bahwa aspek sosial memegang peran yang penting dalam upaya pencegahan kejahatan yang tentunya hasilnya akan lebih baik karena memungkinkan memutus mata rantainya. Upaya Penanggulangan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN Membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik di instansipemerintah maupun swasta tentang pemisahan yang jelas dan tajam antara milik pribadi dan milik perusahaan atau milik negara. mengusahakan perbaikan penghasilan gaji bagi pejabat dan pegawai negeri sesuai dengan kemajuan ekonomi dan kemajuan swasta, agar pejabat dan pegawai saling menegakan wibawa dan integritas jabatannya dan tidak terbawa oleh godaan dan kesempatan yang diberikan oleh wewenangnya. Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan. Kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah bahwa mereka kaya dan melimpah, akan tetapi mereka terhormat karena jasa pelayanannya kepada masyarakat dan negara. Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan. menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk kontrol, koreksi dan peringatan, sebab wewenang dan kekuasaan itu cenderung disalahgunakan. hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menumbuhkan “sense ofbelongingness” dikalangan pejabat dan pegawai, sehingga mereka merasaperuasahaan tersebut adalah milik sendiri dan selalu berusaha berbuat yang terbaik. Pada akhirnya pemerintah mempunyai peran penting dalam penanganan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN ini sehingga bangsa kita bisa lebih menjadi lebih baik dan lebih maju.
KorupsiKolusi dan Nepotisme Kerja Thread Terpopuler . Senin, 2022/07/15 14:07 WIB Candi Borobudur Ternyata Tak Pernah Masuk dalam 7 Keajaiban Dunia; Senin, 2022/07/15 11:28 WIB Waduh! Motor Nyelonong ke Acara Tahlilan dan Lindas Sajian Makanan Pengertian Kolusi – Istilah korupsi tentu sudah tidak asing di telinga Grameds bukan? Akan tetapi apakah Grameds mengetahui istilah kolusi? Pada umumnya, istilah kolusi ini digunakan untuk menyebutkan tindak KKN yaitu Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Secara singkat, pengertian kolusi ialah tindakan bersekongkol atau melakukan mufakat secara rahasia yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan tujuan guna melakukan tindakan yang tidak baik demi mendapatkan suatu keuntungan semata. Berikut ini penjelasan lebih lanjut mengenai pengertian kolusi secara umum dan menurut para ahli. Pengertian Kolusi1. Merriam Webster Dictionary2. Oxford Dictionary3. Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI4. UU Republik Indonesia5. Otoritas Jasa Keuangan OJKCiri-Ciri dan Penyebab KolusiKarakteristik KolusiPenyebab Tindakan Kolusi1. Kolusi dalam Pemerintahan2. Kolusi dalam Pendidikan3. Kolusi dalam Lapisan MasyarakatPola Operasi Tindakan Kolusi1. Gratifikasi2. PerantaraDampak KolusiTindakan Pencegahan Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme1. Memperkuat sarana serta prasarana hukum2. Melakukan penyempurnaan pada kelembagaan penegak hukum3. Pemberdayaan peran masyarakat4. Peningkatan pada pelayanan masyarakat5. Melakukan peningkatan kesejahteraan bagi PNS, Polri dan TNI6. Melakukan pendekatan moral terhadap aparatur negara atau pihak yang berkuasaContoh Kasus KolusiRekomendasi Buku & Artikel TerkaitKategori Ilmu EkonomiMateri Terkait Secara umum, pengertian kolusi ialah suatu bentuk tindakan berupa persekongkolan maupun permufakatan yang dilakukan secara rahasia dan dilakukan oleh dua orang atau lebih, tujuan dilakukannya persekongkolan tersebut ialah untuk melakukan perbuatan yang tidak baik serta demi mendapatkan keuntungan tertentu. Sementara itu pendapat lain mengungkapkan, bahwa pengertian kolusi ialah suatu bentuk kerja sama yang bersifat ilegal maupun konspirasi rahasia yang memiliki tujuan untuk menipu maupun memperdaya orang lain. Pada umumnya, tindakan kolusi ini akan disertai dengan tindakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh para pejabat pemerintah maupun pihak-pihak tertentu demi mendapatkan keuntungan. Apabila disimpulkan, maka pengertian kolusi ialah sikap serta tindakan yang tidak jujur dan melanggar hukum dengan cara membuat kesepakatan rahasia, disertai dengan pemberian fasilitas maupun uang dalam jumlah tertentu sebagai bentuk pelicin guna kepentingan individu maupun kelompok. Selain secara umum, para ahli serta kamus-kamus pun turut mengemukakan pengertian kolusi. Berikut pengertian kolusi menurut para ahli. 1. Merriam Webster Dictionary Menurut kamus dari Merriam Webster tahun 1984, pengertian kolusi ialah suatu perjanjian maupun kerja sama ilegal. Di mana tujuan dari kerjasama tersebut ialah untuk menipu ataupun memperdaya pihak lain. 2. Oxford Dictionary Pengertian kolusi menurut Oxford dictionary, ialah suatu persengkongkolan maupun kerja sama yang rahasia serta ilegal guna menipu orang lain. 3. Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI Menurut KBBI, pengertian kolusi merupakan kerja sama rahasia yang memiliki maksud tidak terpuji di baliknya, persengkongkolan tersebut terjadi di antara para pengusaha serta pejabat pemerintah. 4. UU Republik Indonesia Dalam Undang-Undang Republik Indonesia pun dikemukakan pengertian kolusi. Menurut UU RI, pengertian kolusi ialah suatu permufakatan maupun kerja sama yang dilakukan secara rahasia serta melawan hukum di antara para penyelenggara negara serta pihak lainnya, seperti masyarakat maupun negara. 5. Otoritas Jasa Keuangan OJK Pengertian kolusi menurut lembaga OJK ialah suatu persengkongkolan di antara dua pihak ataupun lebih guna melakukan suatu tindakan yang seolah-olah tindakan tersebut wajar, akan tetapi tindakan tersebut dilakukan guna memperoleh keuntungan dengan cara merugikan pihak lainnya. Selain dari lima kamus serta lembaga tersebut, para ahli ekonom pun menjelaskan, bahwa pengertian kolusi ialah suatu bahasan yang merujuk kepada suatu aktivitas maupun perbuatan yang tidak jujur serta dilakukan oleh dua pihak terkait yang telah sepakat untuk melakukan kerja sama dalam mencapai tujuan tertentu. Contohnya seperti memainkan harga pasar. Kasus kolusi sendiri, merupakan kasus yang dianggap lumrah dilakukan oleh paling tidak dua perusahaan besar yang memiliki keinginan untuk saling meraup keuntungan bersama atau oligopoli. Dalam pola praktik yang sama, berlaku pula kasus kolusi yang dilakukan secara individu. Di mana telah terjadi suatu kesepakatan guna meraih tujuan tertentu. Contohnya adalah seperti pemberian hadiah atau gratifikasi oleh seorang pengusaha pada seorang oknum pejabat, agar pengusaha tersebut mendapatkan izin proyek. Praktek kolusi tersebut, cukup marak terjadi di Indonesia. Maraknya kasus kolusi, dapat dilihat dari banyaknya penangkapan sejumlah oknum pejabat maupun pengusaha berkaitan kasus ini. Di Indonesia, peraturan mengenai kolusi pun telah diatur dengan jelas dalam UU tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli serta persaingan usaha tidak sehat. Ada dua TAP MPR yang berkaitan dengan kolusi, yaitu TAP MPR XI tahun 1998 mengenai penyelenggaran negara yang bersih serta bebas korupsi, kolusi dan nepotisme KKN, serta TAP MPR VIII tahun 2001 tentang arah kebijakan pemberantasan serta pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme KKN. Meskipun tindakan kolusi tersebut tertuang dalam UU serta TAP MPR, akan tetapi masih tidak ada undang-undang yang mengatur tentang kolusi yang dikaitkan dengan tindak pidana korupsi. Ciri-Ciri dan Penyebab Kolusi Agar dapat dengan mudah mengidentifikasi tindakan kolusi, berikut adalah beberapa karakteristik atau ciri dari tindakan kolusi yang mengacu pada pengertian kolusi. Hadirnya kerja sama yang bersifat rahasia atau permufakatan ilegal di antara dua orang atau lebih, dengan tujuan untuk melawan hukum yang berlaku. Permufakatan maupun kerja sama bersifat ilegal, dilakukan oleh penyelenggara negara maupun pihak lain yang memiliki posisi penting. Terjadi pemberian uang pelicin atau gratifikasi atau fasilitas tertentu pada oknum pejabat pemerintah, agar kepenting dari individu atau kelompok tertentu dapat dengan mudah tercapai. Karakteristik Kolusi Di Indonesia, tindakan kolusi paling sering terjadi dalam proyek pengadaan jasa serta barang tertentu yang umumnya dilakukan oleh pihak pemerintah. Tindakan kolusi satu ini, juga memiliki karakteristik, berikut penjelasannya. Pemberian uang pelicin dari perusahaan tertentu kepada seorang oknum pejabat maupun oknum pegawai pemerintahan, agar perusahaan tersebut dapat memenangkan tender dari pengadaaan jasa maupun barang tertentu. Pada umumnya, imbalannya ialah perusahaan tersebut akan kembali ditunjuk untuk proyek selanjutnya. Penggunaan broker atau perantara seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dalam pengadaan jasa maupun barang tertentu. Padahal seharusnya pengadaan barang tersebut, dapat dilaksanakan dengan melalui prosedur yang legal dan benar. Penyebab Tindakan Kolusi Sementara itu, tindakan kolusi terjadi tidak semerta-merta saja, akan tetapi ada beberapa penyebab atau alasan yang melatar belakangi terjadinya tindakan kolusi tersebut. Berikut penjelasan penyebab tindakan kolusi. 1. Kolusi dalam Pemerintahan Kolusi yang terjadi dalam pemerintahan, disebabkan oleh adanya tindakan monopoli kekuasaan dengan wewenang pejabat yang absolut tanpa adanya mekanisme pertanggungjawaban. Pejabat pemerintah pun dikenal memiliki budaya korupsi yang menjamur, sistem dari kontroll yang tidak lagi berfungsi, membuat hubungan pemimpin dengan bawahan menjadi tidak berdasarkan pada asas persamaan. 2. Kolusi dalam Pendidikan Tindakan kolusi dalam pendidikan terjadi karena disebabkan oleh beberapa hal. Beberapa di antara penyebabnya ialah sistem pendidikan yang tidak cukup baik, tradisi untuk memberikan uang pada tenaga pendidik, kurikulum yang masih tidak kontekstual, pemberian apresiasi serta gaji pada tenaga pendidik yang masih rendah, meskipun biaya sekolah tinggi. 3. Kolusi dalam Lapisan Masyarakat Tindakan kolusi juga dapat terjadi di lingkungan masyarakat, kolusi yang terjadi di masyarakat ini sebagian besar disebabkan oleh berbagai macam. Contohnya adalah seperti ekonomi, latar belakang pendidikan, kultur atau budaya kerja seseorang hingga lingkungan tempat tinggal seseorang. Pola Operasi Tindakan Kolusi Ketika ada oknum yang melakukan modus operandi kolusi di Indonesia, maka pola operasinya akan terbagi dalam dua macam, antara lain ialah sebagai berikut. 1. Gratifikasi Pola operasi tindakan kolusi yang pertama ialah dengan memberikan hadiah atau gratifikasi, baik itu berupa uang tunai maupun barang dari seorang pengusaha kepada oknum pejabat. Oknum pejabat ini bisa pejabat yang berada di tingkat daerah ataupun oknum pejabat tingkat nasional. Mislanya anggota parlemen maupun eksekutif dengan tujuan oknum pejabat tersebut untuk memuluskan atau melicinkan jalan perusahaan yang dipimpin oleh pengusaha untuk berhasil memenangkan tender dari suatu proyek pemerintah. Kerja sama tersebut, kadang juga berlanjut ke proyek selanjutnya. Tindakan gratifikasi ini, juga dirumuskan dalam Pasal 12 B ayat 1 UU No. 31 tahun 1999 juncto UU No 20 Tahun 2001 yang berbunyi sebagai berikut, “setiap gratifikasi pada pegawai negeri maupun penyelenggara negara dianggap sebagai pemberian suap, jika berhubungan dengan jabatannya serta berlawanan dengan kewajiban maupun tugasnya.” Jika dilihat dari rumusan pasal tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu tindakan gratifikasi maupun pemberian hadiah dapat berubah menjadi suatu perbuatan pidana suap, khususnya pada seorang Penyelenggara Negara maupun pegawai negeri. Ketika penyelenggara maupun pegawai negeri melakukan tindakan untuk menerima gratifikasi maupun pemberian hadiah dari pihak manapun. Pemberian hadiah, tidak akan dianggap sebagai tindakan gratifikasi, apabila pemberian hadiah tersebut tidak memiliki hubungan dengan jabatan atau pekerjaan seseorang. 2. Perantara Pola kolusi yang kedua berkaitan dengan adanya pengadaan barang maupun jasa. Di mana proses tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan mekanisme government to government maupun government to producer dan harus lebih dulu melalui seorang perantara yang ingin mengambil keuntungan. Perantara atau disebut pula dengan broker tersebut, biasanya terdiri dari oknum yang memiliki jabatan serta wewenang tertentu di lembaga pemerintahan maupun perusahaan. Dampak Kolusi Aparat perlu melakukan tindakan tegas mengenai kolusi, sebab kolusi merupakan bentuk dari permufakatan yang jahat serta dilakukan secara bersama dengan tujuan untuk meraup keuntungan. Tindakan kolusi, tentu saja merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan dan telah masuk dalam kategori tindak pidana, sehingga siapa pun yang tertangkap melakukan tindakan kolusi perlu diproses secara hukum. Tindakan kolusi yang terjadi secara terus-menerus, bahkan dianggap wajar, tentu akan menimbulkan beberapa dampak buruk bagi banyak pihak. Sebab tindakan kolusi merupakan tindakan yang melanggar hukum. Lalu, apa saja dampak yang ditimbulkan dari tindakan kolusi ini? Berikut penjelasannya. Kolusi dapat menyebabkan terjadinya kesenjangan sosial di masyarakat serta ketidakadilan di berbagai bidang dalam kehidupan. Proses dari pertumbuhan ekonomi serta investasi menjadi terhambat, sehingga pengentasan akan kemiskinan pun ikut terdampak dan terhambat. Terjadinya suatu pemborosan terhadap sumber daya, baik itu sumber daya manusia maupun sumber daya ekonomi. Proses dari demokrasi menjadi terganggu, karena adanya pelanggaran terhadap hak-hak warga negara. Timbulnya rasa tidak percaya dari masyarakat kepada aparat negara. Terjadi ketidakselarasan di antara fungsi, mekanisme proses sesuai dengan prosedur dan hukum, tujuan dengan praktiknya di lapangan. Tindakan Pencegahan Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme Seperti yang diketahui, bahwa tindakan KKN ini bukanlah hal yang baru dan bahkan telah menjamur di Indonesia. Di Indonesia sendiri, ada beberapa tindakan penanganan kasus kolusi, korupsi serta nepotisme. Contohnya ialah penangan kasus KKN di masa pemerintahan Soeharto. Pada masa tersebut, KKN ditindak dengan berdasarkan TAP MPR RI 1998. Ada dua kasus KKN yang mendapatkan sorotan di masa tersebut, yaitu yayasan yang dipimpin oleh Soeharti dan kebijaksanaan dari mobil nasional. Pada dua kasus tersebut, ada indikasi penyalahgunaan wewenang. Berbagai upaya pun dilakukan untuk mencegah terjadi tindakan kolusi, korupsi dan nepotisme di masa depan. Berikut adalah beberapa upaya melakukan pencegahan pada kolusi, korupsi dan nepotisme. 1. Memperkuat sarana serta prasarana hukum Langkah tersebut dapat ditempuh dengan beberapa cara berikut ini. Pembuatan peraturan perundangan yang baru Melakukan pencabutan maupun penyempurnaan peraturan perundangan Memberlakukan peraturan perundangan lainnya yang dapat mendukung upaya dari penghapusan KKN. 2. Melakukan penyempurnaan pada kelembagaan penegak hukum Pejabat negara harus memiliki jiwa kepemimpinan yang baik serta mampu melakukan pengembangan manusia secara luas dan jauh ke depan, sejalan dengan apa yang diperlukan dalam pembangunan. Dalam penegakan hukum, harus disertai pula dengan rasa kemanusiaan, agar dapat terhindar dari adanya diskriminasi hukum bagi rakyat yang berada di lapisan bawah. 3. Pemberdayaan peran masyarakat Setiap warga negara memiliki hak untuk dapat menyuarakan pendapatnya terhadap suatu keputusan, baik itu secara langsung ataupun melalui suatu intermediasi dari institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya sebagai warga negara. Langkah tersebut, dapat diambil ketika masyarakat turut serta dalam kegiatan pemilu. Sehingga, tidak akan ada tindakan kolusi, korupsi maupun nepotisme, atau dapat meminimalisir terjadinya KKN karena masyarakat secara langsung turut berperan. 4. Peningkatan pada pelayanan masyarakat Tindakan dalam pencegahan upaya KKN lainnya ialah dengan meratakan pelayanan pada masyarakat secara adil dengan cara tidak membedakan status maupun golongan. Sehingga, melalui upaya tersebut akan tercipta kepercayaan terhadap para aparatur negara dari masyarakat. Adanya transparansi pelayanan masyarakat, juga dibutuhkan agar suatu lembaga serta informasi dapat secara langsung diterima oleh masyarakat atau pihak-pihak yang membutuhkan informasi tersebut. 5. Melakukan peningkatan kesejahteraan bagi PNS, Polri dan TNI Upaya kelima dalam melakukan pencegahan KKN ialah dengan meningkatkan kesejahteraan aparatur negara atau pejabat negara, salah satu caranya ialah dengan memberikan kenaikan gaji. Ketika aparatur negara merasa cukup sejahtera, maka tindakan korupsi pun akan perlahan hilang atau meminimalisir kegiatan KKN. 6. Melakukan pendekatan moral terhadap aparatur negara atau pihak yang berkuasa Tindakan kolusi, korupsi maupun nepotisme, akan terus terjadi jika aparatur negara atau pihak-pihak yang memiliki kuasa masih memiliki kepribadian yang buruk. Sehingga, dalam upaya pencegahan terjadinya kolusi, korupsi maupun nepotisme, maka dibutuhkan adanya suatu pendekatan moral serta nilai dan keyakinan dalam ajaran agama. Dengan begitu, maka diharapkan bahwa aparatur negara maupun pihak berkuasa dapat sadar serta menghentikan tindakan kolusi, korupsi dan nepotisme yang dapat merugikan banyak pihak. Contoh Kasus Kolusi Agar lebih paham mengenai tindakan kolusi, berikut adalah beberapa contoh dari kasus kolusi yang terjadi di Indonesia. Menyuap instansi pemerintah, dengan tujuan agar seseorang diterima menjadi PNS. Memberikan uang pelicin kepada tenaga pengajar, agar nilai rapor dari murid tertentu dapat lebih baik. Menyuap instansi-instansi pendidikan, agar seseorang dapat diterima di sekolah maupun universitas favorit. Melakukan penyuapan pada petugas pajak, sehingga nilai pajak yang harus dibayarkan pun menjadi lebih kecil. Melakukan penyuapan pada hakim maupun jaksa, agar hakim dan jaksa dapat meringankan hukuman bagi pelaku kejahatan. Itulah penjelasan pengertian kolusi, ciri-ciri, dampak dan beberapa upaya mengatasinya. Apabila Grameds ingin mengetahui lebih lanjut tentang kolusi atau tindakan KKN, Grameds dapat mengulik lebih dalam dengan membaca buku yang tersedia di Sebagai SahabatTanpaBatas, Gramedia selalu menyediakan beragam buku bermanfaat dan original untuk Grameds. Jadi tunggu apa lagi? Segera beli dan dapatkan bukunya sekarang juga! Rekomendasi Buku & Artikel Terkait BACA JUGA Dampak Korupsi Terhadap Ekonomi, Politik, Pemerintahan & Hukum Mengenal Tugas dan Wewenang KPK, Ada Apa Saja? Rekomendasi Buku Tentang Korupsi Terbaik Permasalahan Sosial Pengertian, Faktor, Penyebab, Dampak, dan Solusi Pengertian, Fungsi, dan Pembagian Lembaga Negara ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah." Custom log Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda Tersedia dalam platform Android dan IOS Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis Laporan statistik lengkap Aplikasi aman, praktis, dan efisienPemerintahmenginginkan sebagai pengingat terhadap bahaya laten PKI dan memuja kepahlawanan Jenderal Soeharto dan film lain adalah Janur Kuning. 2. Tidak berfungsinya kontrol dari lembaga kenegaraan politik dan sosial, karena didominasi kekuasaan presiden/eksekutif yang tertutup sehingga memicu budaya korupsi kolusi dan nepotisme.
0% found this document useful 2 votes2K views11 pagesDescriptionThanks atas kunjungan... salam UPBCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOC, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 2 votes2K views11 pagesARTIKEL Dampak Korupsi, Kolusi Dan NepotismeJump to Page You are on page 1of 11 You're Reading a Free Preview Pages 6 to 10 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.